Dari Albania ke Indonesia: Saatnya Bicara AI dalam Demokrasi

Di Albania, pejabat korup diganti dengan AI. Sebuah langkah eksperimental yang menuai kontroversi, tapi juga memberikan harapan tentang efisiensi dan transparansi dalam pemerintahan.

Di Indonesia, keresahan publik justru semakin besar. Mulai dari kebijakan rumah yang sulit diakses generasi muda, transparansi gaji yang sering dipertanyakan, hingga rencana kenaikan gaji DPR yang dianggap tidak sejalan dengan kondisi rakyat.

Yang paling memicu kritik adalah tunjangan beras Rp12 juta/bulan bagi anggota DPR. Dengan harga beras sekitar Rp15.000/kg, itu setara dengan 800 kg beras per bulan—cukup untuk memenuhi kebutuhan 26 keluarga. Kontras yang mencolok dengan realita rakyat yang masih kesulitan membeli kebutuhan pokok.

Di sinilah muncul pertanyaan:
Apakah demokrasi kita masih benar-benar representatif, atau justru semakin jauh dari rakyat?

Jika AI diterapkan, ada potensi:

  • Pengambilan keputusan berbasis data, bukan kepentingan politik.
  • Transparansi tinggi karena algoritma dapat diaudit.
  • Efisiensi yang mengurangi biaya-biaya tak masuk akal.

Namun tentu, AI bukan solusi ajaib. Ia tetap bisa bias jika datanya tidak bersih. Tantangannya adalah bagaimana membangun sistem politik yang mampu memanfaatkan teknologi tanpa kehilangan nilai-nilai demokrasi manusiawi.

Pertanyaan besarnya:
Jika Albania berani bereksperimen, apakah Indonesia siap untuk membayangkan model demokrasi baru yang lebih efisien—dengan bantuan AI?

Write a Comment

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Join The AI Lab Insider!

Get the latest AI insights, exclusive updates, and special invites straight to your inbox!
Pure inspiration, zero spam ✨