Thailand resmi memperkenalkan robot polisi AI pertamanya, “AI Police Cyborg 1.0”, yang langsung ditugaskan dalam keramaian festival air Songkran. Pemerintah menyebut ini sebagai langkah modernisasi keamanan, namun muncul kekhawatiran soal potensi pengawasan massal.
AI Police Cyborg 1.0 tampil perdana di tengah jutaan warga yang merayakan Songkran, salah satu perayaan paling meriah di Asia Tenggara. Dilengkapi kamera 360 derajat, teknologi pengenalan wajah, dan deteksi senjata, robot ini bertugas memantau kerumunan secara real-time.
Sistemnya terhubung ke jaringan CCTV nasional dan drone udara, serta mampu mengirim peringatan langsung ke petugas kepolisian jika terdeteksi aktivitas mencurigakan. “Ini adalah bagian dari inisiatif keamanan cerdas untuk melindungi masyarakat dalam skala besar,” kata juru bicara Kepolisian Nasional Thailand.
Meski pistol air tidak terdeteksi sebagai ancaman, fitur pendeteksi senjata tetap aktif selama festival berlangsung. Reaksi awal dari masyarakat beragam. Sebagian besar warga menyambut baik inovasi ini sebagai upaya pencegahan kejahatan dan respons cepat.
Namun di sisi lain, sejumlah pakar teknologi dan kelompok kebebasan sipil mempertanyakan tujuan jangka panjang dari penerapan robot semacam ini. “Apakah ini akan menjadi normalisasi pengawasan massal dengan dalih keamanan publik?” ujar seorang peneliti dari Thai Netizen Network.
Perdebatan muncul soal batas antara keamanan dan privasi. Apalagi, teknologi pengenalan wajah dalam ruang publik telah menuai kontroversi di berbagai negara, termasuk soal penyimpanan data dan potensi penyalahgunaan.
AI Police Cyborg 1.0 menjadi simbol era baru keamanan berbasis teknologi. Namun, seiring dengan meningkatnya kecanggihan sistem, muncul pula tuntutan agar regulasi dan transparansi mengikuti—agar keamanan tak dibayar mahal dengan kebebasan sipil.
